LEBIH DARI SATU BAHASA DI USIA DINI, BOLEHKAH?
Kamis, 1 Desember 2016

Bahasa merupakan bagian dari budaya yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam menjalankan fungsi kesehariannya, ketrampilan berbahasa dibutuhkan oleh manusia, termasuk anak-anak kita. Bagi mereka, bahasa dan kemampuan berkomunikasi berperan sangat penting dalam proses belajar, bersosialisasi, unjuk prestasi di sekolah, ekspresi pemikiran dan emosi.

Kemampuan berbahasa pada seorang anak berkembang sesuai pertumbuhan dan stimulasi yang diterimanya bahkan sebelum ia dilahirkan. Dalam kandungan, anak sudah bisa dirangsang pendengarannya sebagai awal terbentuknya kemampuan berbahasa. Perkembangan kemampuan ini berlanjut terus hingga anak berusia 4-5 tahun dan anak biasanya sudah mahir berbahasa pada usia 6 tahun. Proses belajar sendiri berlangsung alamiah dimana anak menyerap bahasa yang digunakan di lingkungan sekitarnya, khususnya yang digunakan orang-orang di dekatnya, terutama orangtuanya. Dari mendengar dan mengamati, anak belajar bunyi, pengucapan, intonasi dan sekaligus penggunaan bahasa. Proses ini berjalan seiring dengan lajunya perkembangan kemampuan bahasa anak dalam tahapan berikut ini:

Usia pencapaian
6 bulan � Memberi respon ketika dipanggil namanya
� Memberi respon pada suara-suara di sekitarnya
� Memberi respon relevan pada nada ramah atau marah.
12 bulan � Menggunakan satu atau lebih kata yang bermakna, misal �mama� untuk memanggil ibu.
� Dapat mengikuti instruksi tunggal sederhana dengan bantuan petunjuk non verbal, misal: ambil sendok sambil ditunjukkan sendoknya.
18 bulan � Sudah bisa menyebutkan nama beberapa benda (>5 benda).
� Suka mengulang kata yang ia dengar.
� Dapat mengikuti perintah sederhana.
2 tahun � Dapat menggunakan 2 kata dalam satu kalimat, misal Mau mamam.
� Kosakata benda semakin bertambah.
� Bisa menjawab pertanyaan sederhana, misal: Mana telingamu?
3 tahun � Bisa menjawab pertanyaan tentang aktivitas sehari-hari.
� Bisa menyebutkan nama, usia dan jenis kelamin.
� Menggunakan 3 kata dalam satu kalimat.
4 tahun � Mengenal nama binatang, warna dan bisa menjelaskan gambar yang dilihat di buku.
� Bisa menerangkan apa yang sedang dilakukan.
� Sudah mengerti konsep lebih kecil/lebih besar.
5 tahun � Bisa mengulang kalimat panjang
� Paham konsep waktu: pagi siang malam.
� Bisa mengikuti lebih dari satu instruksi dalam satu waktu.

Bicara tentang bahasa, kita semua mungkin sudah amat menyadari bahwa anak-anak kita tumbuh di tengah banyak ragam budaya asing, termasuk pula bahasanya � Inggris, Mandarin, Perancis, Jepang dan lain-lain. Sebagian sekolah di beberapa kota besar mulai dari pendidikan prasekolah bahkan ada yang menawarkan program belajar dengan penggunaan bahasa Inggris plus pengajaran bahasa Mandarin. Belum lagi dunia kerja sekarang yang tambah global menuntut penguasaan bahasa asing. Kondisi ini �menggoda� orangtua untuk memberikan stimulasi bahasa asing lebih awal pada anak-anak mereka. Apakah ini salah? Tidak juga selama alasan dan caranya tepat, dan sesuai dengan kondisi anak. Selain itu perlu dipahami betul konsekwensi dari pilihan menggunakan lebih dari satu bahasa dengan anak sehingga penerapannya membawa dampak yang positif bagi perkembangan anak dan bukan sebaliknya.

Dalam literatur tentang penguasaan lebih dari satu bahasa dibahas bahwa perlu dibedakan antara simultaenous bilingualism dan successive bilingualism (Piper, 1998; Essa 1999). Pada kondisi pertama anak dibesarkan sejak lahir dalam lingkungan yang menggunakan dua bahasa sekaligus. Ini sering terjadi pada anak yang memiliki orang tua yang berbeda bangsa dan bahasa. Sedangkan successive bilingualism terjadi jika anak belajar bahasa kedua setelah anak sudah cukup mahir dalam menggunakan bahasa pertama yang disetujui para pakar adalah setelah usia 3 tahun (McLaughlin, 1984 dalam Piper, 1998; Essa, 1999).

Dalam lingkungan yang menggunakan dua bahasa secara simultan(sekaligus) anak akan belajar kedua bahasa layaknya ia belajar satu bahasa tetapi perkembangan bahasanya akan melalui tiga tahapan berikut (Crystal, 1987, dalam Piper, 1998):

  • Saat anak mulai berbicara pembendaharaan kata yang digunakan anak terdiri dari kata-kata dari kedua bahasa yang bukan merupakan terjemahannya. Misalnya kata �susu� akan selalu digunakan anak jika ia ingin minum susu dan kata �milk� tidak akan pernah ia gunakan untuk mengutarakan maksud yang sama. Begitu juga dengan kata �fish�, anak akan menggunakan hanya kata tersebut jika ia melihat ikan. Ia tidak akan pernah menggunakan kata �ikan� untuk menunjukkan benda tersebut. Tahap ini sama seperti ketika anak baru belajar kata-kata dalam satu bahasa dimana ia juga belum mengenal sinonim kata-kata yang digunakan.
  • Oleh karena itu ketika anak mulai menggabungkan 2 atau 3 kata menjadi kalimat akan sering terjadi pencampuran kata-kata dari kedua bahasa tersebut.
  • Setelah pembendaharaan kata anak dalam kedua bahasa menjadi lebih banyak, baru anak akan dapat mengetahui bahwa ada dua kata berbeda yang dapat digunakan untuk menunjukkan benda yang sama, misalnya susu dan milk atau ikan dan fish. Tahap ini sama seperti pada anak yang berbahasa satu dimana ia mulai dapat mengetahui sinonim kata.

Secara keseluruhan beberapa studi tentang simultaneous bilingualism berkesimpulan bahwa

  • Anak usia muda akan mengalami lebih sedikit kebingungan jika penggunaan kedua bahasa tersebut dipisahkan dengan jelas, misalnya di rumah anak dan ayah selalu berbicara dalam bahasa Inggris sedangkan anak dan ibu selalu berbahasa Indonesia; atau di rumah anak selalu berbahasa Inggris dan di sekolah berbahasa Indonesia.
  • Pengguasaan kedua bahasa secara seimbang sangat jarang terjadi , biasanya ada satu bahasa yang dikuasai dengan lebih baik sehingga menjadi lebih dominan. Jika satu bahasa sudah lebih dominan maka biasanya bahasa lainnya tidak akan pernah bisa menjadi bahasa yang lebih dominan di kemudian hari.
  • Ada kalanya anak mengalami periode diam sebelum keseimbangan di antara kedua bahasa tercapai dan oleh karenanya tampak perkembangan bahasa anak secara keseluruhan menjadi lebih lambat jika dibandingkan dengan anak yang berbahasa satu. Namun ini sifatnya sementara.
  • Anak biasanya tidak akan mengalami kesulitan ketika ia masuk dunia sekolah khususnya dalam menggunakan salah satu atau kedua bahasa yang sudah dikuasainya di rumah (Piper, 1998).

Penggunaan dua bahasa secara simultan yang terjadi di rumah biasanya dilakukan secara informal, sesuai konteks dan spontan. Hal ini berbeda dengan kondisi successive bilingualism dimana penguasaan bahasa kedua terjadi setelah anak berusia 3 tahun dan mulai masuk sekolah. Penggunaan bahasa kedua di sekolah biasanya lebih formal dari yang digunakan di rumah. Juga kata-kata yang digunakan mengandung arti yang perlu pemikiran yang lebih mendalam. Biasanya kondisi inilah yang banyak mengundang pendapat pro dan kontra karena sebenarnya pada masa 3-6 tahun anak mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam penguasaan bahasa pertamanya. Jika pada masa tersebut anak dimasukkan ke dalam lingkungan dengan dua bahasa, anak akan memerlukan waktu untuk penyesuaian diri yang mungkin dapat mempengaruhi perkembangannya secara keseluruhan, baik bahasa, emosi, sosial maupun kognitifnya. Selain itu bilingualism bagi anak bukanlah hanya belajar sebuah bahasa tambahan (language learning) saja, karena juga mengandung dimensi kultural dan sosial yang dapat mempengaruhi konsep diri (self-concept) anak.

Hal ini hendaknya membuat orangtua lebih serius dalam menyikapi masalah penggunaan lebih dari satu bahasa (bahasa ibu plus bahasa asing) bagi anak di usia dini. Masalah ini tidak bisa dianggap remeh, karena dampaknya bersifat jangka panjang. Idealnya, anak tumbuh dengan satu bahasa di masa usia dininya. Selain lebih mudah bagi anak, juga menciptakan rasa aman anak karena semua orang menggunakan bahasa yang sama ketika bicara dengannya. Namun penggunaan bahasa asing pada anak juga bukan sesuatu yang �haram�. Bak vas keramik antik dari Cina, masalah ini harus disikapi dengan hati-hati. Berikut ada beberapa saran yang bisa dijadikan catatan bagi orangtua dalam menerapkan lebih dari satu bahasa pada anak:

  • Amati perkembangan bahasa anak. Anak yang perkembangan bahasanya berjalan dengan baik/normal seperti terlihat pada tabel sebelumnya, akan lebih mudah untuk belajar bahasa lain di luar bahasa ibu. Jika tidak, misalnya sampai usia 1 tahun, anak belum mengeluarkan satu pun kata bermakna, maka sebaiknya penggunaan bahasa hanya bahasa ibu saja.
  • Lakukanlah secara alami, jika di dalam keluarga memang ada lebih dari satu bahasa yang digunakan. Biarkan anak mendengar semua bahasa tapi penggunaan bahasa sebaiknya bukan bahasa campuran.
  • Bicaralah dengan bahasa yang sama pada semua anak. Apabila Anda punya anak lebih dari satu, bicaralah dengan bahasa yang sama dengan kakak maupun adik sehingga tidak ada yang bingung atau merasa dibedakan. Ayah dan ibu dapat menggunakan bahasa yang berbeda dengan mereka tetapi penerapannya harus konsisten (one parent one language).
  • Hindari memaksa anak untuk bicara dalam bahasa tertentu, misalnya menegurnya karena tidak pakai bahasa A atau meminta anak mengulangi perkataannya dalam bahasa B.
  • Hindari pula melakukan perubahan mendadak pada bahasa keseharian yang digunakan khususnya ketika anak belum berusia 6 tahun. Misalnya, tiba-tiba ibu menggunakan bahasa Inggris ketika bicara pada anak padahal biasanya memakai bahasa Indonesia.
  • Pemilihan sekolah juga berkaitan dengan penggunaan bahasa ini. Akan sangat berat bagi anak jika ia disekolahkan di sekolah yang bilingual sedangkan di rumah dia tidak punya kesempatan untuk bicara menggunakan bahasa asing yang ia pelajari di sekolah. Penguasaan bahasa terletak pada pembiasaan. Jadi anak bisa karena biasa.
  • Pelajari cara/metode sekolah mengenalkan bahasa kedua kepada anak Anda, apakah secara bertahap (nonimmersion program) atau sekaligus (immersion program) dan tentukan mana yang lebih cocok untuk kondisi anak Anda.
  • Seringlah membacakan buku cerita kepada anak Anda karena pengalaman literasi yang banyak dan beragam tersebut akan mempermudahnya untuk menguasai bahasa kedua di sekolah.
  • Jangan sungkan untuk berkonsultasi dengan guru atau psikolog tentang pengggunaan lebih dari satu bahasa ini. Guru atau psikolog dapat memberi masukan apakah tepat dengan kondisi anak dan bagaimana cara melakukannya.
  • Pertimbangkan juga budaya keluarga besar Anda, karena penguasaan bahasa kedua yang lebih dominan dapat membuat jarak antara anak dan sanak keluarga besarnya jika mereka tidak menguasai bahasa tersebut.

Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi.

Referensi:

  • Laura E. Berk, Infants, Children & Adolescents, Allyn & Bacon, 2002.
  • www.parents-and-kids.com
  • www.cal.org
  • Terry Piper, Language and Learning, the Home and School Years, Prentice-Hall, Inc., 1998.
  • Eva L. Essa, Introduction to Early Childhood Education, Delmar Publishers, 1999.