BAGAIMANA ANAK USIA DINI BELAJAR
Sabtu, 1 April 2017

 

Masa kanak dini umumnya dikategorikan sebagai anak yang sudah lepas dari masa bayinya sampai sebelum masuk sekolah dasar. Ini berarti mencakup rentang usia dari 2 sampai 6 tahun. Dalam bahasan kali ini, masa kanak dini inilah yang dibahas, khususnya mengenai bagaimana anak-anak di usia ini belajar. Masa kanak dini banyak dikenal dengan istilah lain, diantaranya problem age, troublesome age dan sejenisnya. Istilah-istilah ini muncul karena memang di masa ini banyak muncul masalah perilaku anak seperti tantrum (mengamuk) dan separation anxiety (takut berpisah dari orangtua). Masalah perilaku banyak bermunculan karena pada masa ini anak sedang membentuk kepribadiannya sebagai individu yang otonom sehingga sering terjadi benturan antara kemauan anak dan aturan dari lingkungan sekitarnya. 
 
Di luar segudang masalah perilaku, orangtua yang bijak juga memandang masa ini sebagai masa keemasan bagi anak untuk belajar tentang apa saja yang dapat membekali dirinya untuk menghadapi tantangan hidup di masa perkembangan berikutnya. Ada beberapa alasan mengapa masa kanak dini dianggap sebagai usia ideal untuk belajar berbagai ketrampilan. Elizabeth B. Hurlock, penulis buku Developmental Psychology, mengemukakan paling tidak 3 alasannya. Pertama, anak usia ini menyukai pengulangan sehingga mereka mudah diajak mengulang suatu aktivitas sampai mereka menguasainya. Kedua, anak belum punya rasa takut akan bahaya. Di  satu sisi, ini dapat mendorong anak untuk tidak takut mencoba melakukan sesuatu. Yang ketiga, badan anak masih sangat lentur sehingga mudah menguasai ketrampilan fisik. 
 
Bahkan ketika terlihat sedang berulah pun, sebenarnya anak belajar sesuatu. Ketika anak memaksa ingin melakukan sesuatu sendiri, sebenarnya mereka sedang belajar mengandalkan diri sendiri. Atau, ketika anak menganggap semua mainan adalah miliknya, ia sedang belajar kepemilikan. Di saat lain, si kecil mungkin menunjukkan ketakutan pada gelap, sebenarnya ia sedang belajar tentang rasa takut dan perlindungan diri sendiri. Masih banyak hal lain yang dipelajari anak di masa kanak dini ini.


Apa saja yang dipelajari?

Apa saja yang dikembangkan anak pada masa kanak dini dapat ditinjau dari 4 aspek perkembangan berikut ini:

1. Fisik
Meskipun pertumbuhan fisik anak di masa ini lebih lambat daripada masa bayi, anak mengembangkan ketrampilan penting yang  melibatkan motorik kasar, motorik halus dan koordinasi panca indera. Ketrampilan yang dipelajari antara lain: aktivitas bantu diri  (berpakaian, makan, mandi, BAK/BAB, memakai sepatu, dll.), lempar-tangkap bola, menggunting, mewarnai, menggambar,  memanjat, lompat tali, sepeda roda 3 dan berenang.

2. Intelektual
Menurut Piaget, anak masa kanak dini sedang mengembangkan pemikiran simbolik. Pemikiran ini sangat bersifat individual, tidak  terpengaruh oleh cara pandang orang lain. Jadi anak menggunakan pemikirannya sendiri untuk memahami apa yang terjadi di  sekitarnya. Misalnya, anak akan menganggap hujan sebagai air mata dari matahari atau bermain dengan potongan balok yang dianggapnya sebagai mobil-mobilan. Di masa ini, imajinasi anak sangat berkembang pesat. Tapi ini tergantung sejauh mana  lingkungan mereka memberi batasan dan kesempatan pada mereka untuk berekspresi.

3. Bahasa
Perkembangan bahasa yang optimal ditandai dengan 3 pencapaian yang penting pada akhir masa kanak dini, yaitu pengucapan  kata yang jelas, kosa kata yang kaya dan pembentukan kalimat dalam berkomunikasi. Di akhir masa ini, anak juga sudah mampu  menggunakan bahasa dalam fungsi sosialnya seperti menggunakan bahasa selama bermain dengan teman atau menggunakan  bahasa yang sopan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.

4. Emosi dan Sosial
Erik Erikson mengemukakan bahwa anak di masa kanak dini sedang mengembangkan otonomi dan inisiatif. Anak sedang belajar  untuk mengandalkan dirinya sendiri dalam melakukan berbagai aktivitas. Pembatasan berupa larangan atau aturan yang terlalu  ketat dapat memunculkan perasaan kurang percaya diri pada anak. Selain otonomi, anak juga sedang mengembangkan inisiatif.  Mereka akan sering sekali mencoba melakukan aktivitas yang dilakukan orang dewasa dan mengemukakan ide-ide pemikiran  mereka serta banyak bertanya. Pembatasan untuk yang satu ini akan berakibat timubulnya rasa bersalah dalam diri anak karena  merasa perilakunya telah mengganggu orang lain.

Yang terpapar di atas merupakan hal-hal yang semestinya dikuasai anak pada usia masa kanak dini. Sekarang evaluasi kembali lingkungan dan sikap Anda masing-masing sebagai orangtua, apakah sudah mengakomodasi anak agar ia punya kesempatan untuk mempelajari semuanya.

Bagaimana cara belajarnya?

Cara belajar anak di masa kanak dini tentu berbeda dengan anak-anak yang sudah duduk di sekolah dasar. Bermain dan kebebasan tidak bisa dilepaskan dari proses belajar mereka. Di bawah ini terpapar singkat beberapa cara mereka belajar yang sebenarnya saling terkait dan menunjang satu sama lain:

Belajar lewat eksplorasi lingkungan

Lingkungan belajar pertama bagi anak adalah lingkungan rumah. Apa yang bisa diberikan lingkungan rumah? Sederhana saja sebenarnya, yaitu kebebasan bagi anak untuk mengeksplorasi semua sudut dan benda yang terjangkau olehnya. Nah, eksplorasi ini sering berbenturan dengan keselamatan dan higienitas sang anak. Sehubungan dengan hal ini, orangtua tidak perlu merasa khawatir berlebihan. Jangan sampai eksplorasi anak dimatikan karena faktor-faktor yang bisa dimodifikasi. Asalkan lingkungan rumah sudah diamankan, orangtua tidak perlu khawatir, cukup mengawasi saja. Berikut beberapa tip untuk membuat lingkungan yang aman bagi anak:
� Singkirkan dari jangkauan anak benda-benda yang mudah pecah, tajam, berukuran kecil atau beracun (agar tidak tertelan)
� Jika di rumah ada lemari laci, usahakan laci terbawah yang bisa dijangkau oleh anak, diisi dengan benda yang tak berbahaya.
� Biasakan mengembalikan segala sesuatu ke tempatnya untuk mencegah benda berbahaya bisa dijangkau
� Hindari pemakaian taplak meja karena bisa ditarik si kecil. Bahayanya, si kecil dapat tertimpa sesuatu yang ikut tertarik.

Selain bahaya, isu higienitas juga sering menghambat eksplorasi anak, terutama ketika anak sedang ingin mengekplorasi yang kotor-kotor. Padahal dari yang kotor, anak bisa belajar banyak hal antara lain: belajar mencintai lingkungan, belajar tekstur (kasar-halus)yang sekaligus mengembangkan ketajaman indera peraba, mengembangkan imajinasi (misalnya membuat rumah dari pasir). Saat anak bermain kotor, inilah yang dapat orangtua lakukan:
� Tetap awasi dan dampingi anak untuk mencegah anak memasukkan tangan yang kotor ke mulut, misalnya.
� Arahkan ke aktivitas yang bermakna seperti berkebun, mencuci mobil, dll.
� Sediakan baju khusus untuk main kotor. Banyak para ibu risau dengan baju anak yang jadi kotor. Jika demikian, sediakan saja  baju khusus untuk momen ini.
� Bantu anak membersihkan tangan selesai bermain. Jika perlu sekalian mandi saja!

Belajar lewat panca indera

Panca indera anak memang berkembang pesat di tahun pertama. Namun, di masa kanak dini inilah panca indera anak lebih terasah fungsinya. Contohnya, di usia ini anak bisa membedakan suara musik yang bertempo lambat dan cepat. Panca indera akan semakin terasah jika anak menerima stimulasi yang variatif. Berikut beberapa ide yang bisa diterapkan oleh orangtua:
� Perlihatkan padanya warna-warni untuk merangsang penglihatannya. Caranya? Ajak anak berkeliling di taman dekat rumah,  berekreasi ke wisata alam seperti laut, sawah, dll. Anak juga bisa diajak mengeksplorasi buku yang bergambar dan penuh warna.
� Perdengarkan pada anak berbagai macam musik, tidak hanya klasik. Aktivitas yang bisa dilakukan misalnya, menari bersama sesuai  irama lagu. Atau, bisa juga main tebak suara dimana anak dan orangtua bergantian menebak suara yang didengar tanpa melihat  sumber bunyinya.
� Jangan takut untuk mencobakan makanan baru pada anak. Misalnya ketika makan di restoran, biarkan anak mencicipi makanan  yang menarik baginya. Hal ini dapat memperkaya perbendaharaan rasa pada indera pengecapannya.
� Main tebak benda lewat baunya. Tutup mata anak, lalu minta anak membaui sesuatu dan menebak nama bendanya.
� Dengan membiarkan anak merambah lingkungan di sekitarnya, artinya sama dengan membiarkan tangan anak menyentuh benda- benda di sekitarnya yang berbeda teksturnya.

Belajar abstrak lewat aktivitas konkrit

Anak juga bisa belajar tentang suatu hal yang abtsrak asalkan disampaikan lewat aktivitas konkrit. Di bawah ini adalah beberapa contohnya:
� Belajar tentang konsep angka. Anak belajar mengenal konsep angka dengan cara membantu ibu pada saat berbelanja,  mengambilkan sambil menghitung jumlah boks susu yang ingin dibeli ibu.
� Belajar tentang peran lewat bermain peran atau drama dengan orangtua. Misalnya main dokter-dokteran atau guru dan murid.
� Belajar tentang rasa syukur dengan cara mengajak anak untuk bersedekah pada pengemis yang ditemui di jalan.
� Belajar mengenal huruf lewat permainan kantong rahasia. Potong karton tebal sesuai dengan bentuk huruf, masukkan ke dalam  kantong kain. Lalu minta anak untuk mengambil satu tanpa melihat dan minta dia untuk menebak huruf tersebut.

Belajar lewat komunikasi dua arah

Mengapa TV tidak disarankan sebagai media belajar yang utama bagi anak? Salah satu diantaranya karena TV sulit menyediakan komunikasi dua arah dengan anak. Dalam belajar anak butuh ada komunikasi interaktif antara dirinya dan lawan bicaranya. Orangtua diharapkan dapat menjadi lawan bicara yang menyenangkan dan sekaligus mendidik bagi anak. Bagaimana caranya agar komunikasi dua arah ini efektif sebagai media belajar?
� Menjawab setiap pertanyaan yang diajukan anak. Jangan menghindar atau merasa terganggu. Akui ketika memang tidak tahu tapi   ajak anak untuk bersama-sama mencari jawabannya.
� Merangsang pemikiran anak dengan mengajukan pertanyaan pada anak. Contohnya, menurut kamu itu apa? Seandainya kita   lakukan seperti ini, apa yang terjadi? Menurut kamu, kenapa dia bersedih? Pertanyaan-pertanyaan sejenis ini dapat merangsang   anak untuk berpikir secara logis dan merangsang pemahaman anak terhadap apa yang dilihat atau didengar.
� Memberikan komentar positif pada apa yang diutarakan atau dilakukan anak. Dengan demikian, rasa percaya dirinya akan   meningkat.

Dukungan dari orangtua

Masa kanak dini adalah teachable moment untuk banyak sekali ketrampilan. Jika anak tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar ketrampilan tertentu padahal mereka sudah siap dan sudah menunjukkan kemauan untuk itu, maka resikonya adalah anak akan tertinggal dari anak lain seusianya dan kehilangan motivasi untuk belajar. Oleh karena itu, masa ini jangan sampai terlewat tanpa memberikan anak kesempatan dan stimulasi yang ia butuhkan. Memberikan banyak larangan pada anak antara lain akan mengakibatkan anak menjadi penakut, kurang percaya diri, terhambat perkembangannya, penuh rasa bersalah, kurang inisiatif (lebih suka jadi pengikut) atau sebaliknya menjadi pemberontak karena terlalu sering ditekan.
Berikut 7 tip yang dapat membantu mendorong proses belajar anak (Don Dinkmeyer, penulis buku Parenting Young Children):
1. Berikan kesempatan yang aman untuk belajar. Misalnya, ruang yang luas untuk bergerak, kebebasan untuk melukis, corat-coret dan  bermain dengan anak sebaya lainnya.
2. Ikuti minat anak. Misalnya anak sedang tertarik pada dinosaurus, ajak dia mencari buku tentang dinosaurus di toko buku.
3. Jeli atas segala kesempatan untuk belajar. Misalnya ketika sedang mengantri di kantor pos, jelaskan pada anak tentang aktivitas di  sekelilingnya.
4. Biasakan mengajukan pertanyaan terbuka, misalnya�Liburan ini, kita mau ke mana ya?� bukan �Liburan ini, kita ke Dufan, mau tidak?�  Atau �Bagaimana caranya membereskan mainan ini dengan cepat ya?�
5. Beri penghargaan, contoh �Wah hebat, kamu sudah bisa pakai baju sendiri!�
6. Bantu anak belajar dari kesalahan, misalnya �Wah, jatuh ya bolanya...gak papa...kita coba lagi ya...�
7. Belajar harus menyenangkan. Libatkan anak dalam permainan edukatif yang tanpa disadari dan membebani sebenarnya  mengajarkan anak tentang sesuatu.


Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi.
***

 

 


Berhubung anak usia dini paling banyak belajar melalui eksplorasi lingkungan maka diperlukan pengertian orang tua untuk memberi kesempatan pada anak untuk melakukannya, tentu dengan tetap menjaga keamanan dan keselamatannya. Selain itu anak juga belajar melalui panca indera sehingga penting baginya untuk dapat memegang dan meraba benda-benda yang ada di sekelilingnya. Ia juga belajar melalui kegiatan konkrit sehingga konsep-konsep yang ingin diajarkan orang tua harus diterjemahkan secara konkrit dengan menggunakan benda-benda nyata. Bagaimana melakukan hal ini secara seimbang (eksplorasi vs keamanan diri; belajar konsep abstrak melalui kegiatan konkrit; orang tua bertanya dari pada langsung memberitahu sehingga anak mendapat stimulasi untuk berpikir (two way instead of one way communication/mode of learning) dsb adalah topik bahasan ditambah tips praktis untuk diterapkan orang tua.