KE SEKOLAH TANPA AIR MATA
Kamis, 6 Juli 2017

     Kendati Hari Pendidikan Nasional itu jatuhnya tanggal 2 Mei, tapi bulan Juli seringkali terasa sebagai momen yang lebih penting dalam pendidikan anak karena di bulan inilah tahun ajaran baru dimulai. Ada anak yang baru pertama kali sekolah dan ada pula yang baru �naik tingkat� dari Kelompok Bermain (KB) ke Taman Kanak-kanak (TK). Semuanya akan terasa sama bagi anak, sama-sama akan menghadapi hari pertama masuk sekolah. Persiapan untuk menghadapi hari pertama ini pun pasti sudah dilakukan jauh-jauh hari. Mulai dari membeli perlengkapan sekolah sampai mengunjungi calon sekolah anak sebelum tahun ajaran dimulai, untuk membiasakan anak dengan lingkungan sekolahnya. Namun tidak jarang, persiapan sudah mantap tapi kenyataan tetap tidak semulus harapan. Si kecil tidak mau ditinggal di sekolah, menangis, menolak masuk kelas atau bahkan menolak turun dari mobil. Bahkan sampai-sampai ada orangtua yang sengaja mengendap-endap kabur di saat si anak lengah atau terpaksa �sekolah� lagi di kelas bersama dengan anak.
    
    Peristiwa-peristiwa seperti di atas sudah menjadi pemandangan yang lazim di awal tahun ajaran. Anak usia balita masih terbilang wajar mengalami kecemasan akan keterpisahan dari orangtua, yang sering disebut separation anxiety, ketika memasuki lingkungan baru di luar rumah. Ada anak yang bahkan tetap merasa cemas dengan lingkungan sekolahnya walaupun sebelumnya dia sudah sempat bersekolah di sekolah yang sama (teman dan gurunya baru!). Kendati wajar, tidak semua anak mengalami masalah ketika masuk sekolah. Ada faktor-faktor yang sebenarnya memperbesar kemungkinan munculnya kecemasan anak ketika memasuki dunia sekolah, berikut penjabaran singkat beberapa diantaranya:
� Anak berkarakter sulit atau difficult child cenderung butuh waktu yang lama untuk merasa nyaman di lingkungan baru, sulit beradaptasi dengan rutinitas dan orang baru.
� Kedekatan antara ibu dan anak di tahun-tahun pertama kehidupannya menentukan bagaimana anak bisa menjalin hubungan kedekatan dengan orang lain. Dari hubungan dengan ibu-lah anak belajar bagaimana berinteraksi dengan lingkungannya.
� Anak yang kurang mendapat kesempatan melatih ketrampilan bersosialisasi, terutama dengan anak sebaya, tentu saja butuh waktu ekstra untuk belajar bergaul.
� Anak yang kurang terlatih untuk mandiri akan cepat mencari perlindungan dan bergantung pada orangtua setiap kali menemui tantangan seperti memasuki lingkungan baru.

Bagaimana Orangtua Bisa Membantu


    Sebagai orangtua, Anda tentu ingin anak mengisi hari sekolahnya dengan tawa dan mau ditinggal di sekolah tanpa ada air mata. Berikut 9 tips bagaimana mengatasi masalah ini yang patut dicoba.
1. Jaga perasaan Anda sendiri. Tunjukkan rasa senang dan semangat tinggi di depan anak. Hindari rasa khawatir berlebihan karena pasti akan mempengaruhi perasaan anak. Percayalah bahwa guru bisa menjaga anak Anda.
2. Ceritakan hal-hal yang menyenangkan tentang sekolah, tapi hati-hati dengan pilihan kata yang dipakai. Gunakanlah kata-kata positif, contoh �Gurunya baik-baik lho...� Hindari kata negatif meski maksudnya baik, contoh �Gurunya nggak galak kok...�
3. Bila memungkinkan, atur waktu bermain  (playdate) anak dengan salah satu anak lain dari kelas yang sama di luar waktu sekolah.
4. Tetapkan rutinitas aktivitas di rumah, termasuk jam tidur yang lebih awal agar anak tidak rewel esok paginya. Usahakan penerapannya tetap menyenangkan bagi anak, misalnya dibacarkan cerita sebelum tidur dan dibangunkan dengan alunan musik yang riang.
5. Sediakan waktu yang cukup untuk bersiap-siap ke sekolah di pagi hari karena anak biasanya tidak senang jika diburu waktu. Hal ini dapat mempengaruhi suasana hatinya (mood) sepanjang hari di sekolah.
6. Selalu berpamitan pada anak. Jangan sekalipun pergi diam-diam karena akan justru memperburuk masalah dan anak menjadi tidak percaya lagi pada Anda.
7. Berpamitlah dengan tenang dan tegas tapi penuh kasih sayang. Jika perlu ciptakan ritual pamitan, misalnya pakai �tos�. Hindari terlalu lama berpamitan karena akan menunjukkan Anda sendiri pun ragu-ragu meninggalkannya. Katakan pada anak kapan Anda akan kembali dan usahakan untuk menepatinya.
8. Bekerja sama dengan guru. Akan sangat membantu jika saat berpamitan, guru langsung mengambil alih anak dan mengalihkan perhatiannya pada hal lain.
9. Di rumah, terus latih anak untuk berpisah dari Anda atau pengasuhnya, misalnya tinggalkan dia untuk bermain sendiri di kamar untuk beberapa saat. Mulailah bertahap, dari sesaat sampai ke durasi waktu yang lebih lama. �Kamu sama mbak dulu ya�Mama mau mandi sebentar.� Usahakan juga untuk selalu menepati janji Anda untuk kembali bersama anak dalam waktu yang telah dijanjikan.

Nah, selamat mencoba dan jangan pernah patah semangat!

Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi.